Konsultasi Halal – MUI

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disebut LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas kuat untuk meneliti, mengkaji, menganalisis dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan produk kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi pengajaran agama Islam yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada layanan masyarakat.

Lembaga ini didirikan atas keputusan mendukung Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan surat keputusan perizinan nomor 018/MUI/1989, pada tanggal 26 Jumadil Awal 1409 Hijriah atau 6 Januari 1989.

Sebagai lembaga otonomi bentukan MUI, LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan. Sertifikat Halal merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai sekarang. Di dalamnya tertulis fatwa halal MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syarikat Islam dan menjadi syarat pencantuman labelan halal dalam setiap produk makanan minuman, obat-obatan, dan kosmetika.

Syarat kehalalan produk tersebut meliputi:

  1. Tidak mengandung DNA babi dan bahan-bahan yang berasal tradisional dari babi
  2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; darah hewan
  3. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syarikat Islam.
  4. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk daging babi; jika pernah digunakan untuk daging babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.

Setiap produsen yang mengajukan sertifikasi halal bagi produknya harus melampirkan spesifikasi dan Sertifikat Halal bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta bahan aliran proses. Surat keterangan itu bisa dari MUI daerah (produk lokal) atau lembaga Islam yang diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan turunannya.

Setelah itu, tim auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan dan audit ke lokasi produsen yang bersangkutan serta penelitian dalam laboratorium yang hasilnya dievaluasi oleh rapat tenaga ahli LPPOM MUI yang terdiri dari ahli gizi, biokimia, pangan, teknologi pangan, teknik pemrosesan, dan bidang lain yang berkait. Bila memenuhi persyaratan, laporan akan diajukan kepada sidang Komisi Fatwa MUI untuk memutuskan kehalalan produk tersebut.

Tidak semua laporan yang diberikan LPPOM MUI langsung disepakati oleh Komisi Fatwa MUI. Terkadang, terjadi penolakan karena dianggap belum memenuhi persyaratan. Dalam kerjanya bisa dianalogikan bahwa LPPOM MUI adalah jaksa yang membawa kasus ke pengadilan dan MUI adalah hakim yang memutuskan keputusan hukumnya.

Sertifikat halal berlaku selama dua tahun, sedangkan untuk daging yang diekspor sertifikat diberikan pada setiap pengapalan. Dalam rentang waktu tersebut, produsen harus bisa menjamin kehalalan produknya. Proses penjaminannya dengan cara pengangkatan Auditor Halal Internal untuk memeriksa dan mengevaluasi Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System) di dalam perusahaan. Auditor Halal tersebut disyaratkan harus beragama Islam dan berasal dari bagian terkait dengan produksi halal. Hasil audit oleh auditor ini dilaporkan kepada LPPOM MUI secara periodik (enam bulan sekali) dan bila diperlukan LPPOM MUI melakukan inspeksi mendadak dengan membawa surat tugas.

Mulai 17 Oktober 2022, sertifikat halal bukan lagi kewenangan MUI[1]. Kini, sertifikat halal dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia. Cara mendaftarkan sertifikat halal adalah dengan datang langsung ke kantor BPJPH atau mengunjungi laman Sihalal.